Stres Oksidatif adalah keadaan patologis yang disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan didalam tubuh karena peningkatan jumlah radikal bebas yang tidak normal. Stres oksidatif merupakan akibat langsung dari peningkatan radikal bebas dan atau menurunnya aktifitas fisiologi antioksidan dalam melawan radikal bebas.
Radikal bebas merupakan atom tunggal atau berkelompok yang sedikitnya mempunyai satu orbit terluar yang mempunyai satu elektron tunggal (tidak berpasangan) di mana seharusnya mempunyai elektron berpasangan.
Antioksidan adalah unsur kimia atau biologi yang dapat menetralisasi potensi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas tadi. Beberapa antioksidan endogen (seperti enzim superoxide-dismutase dan katalase) dihasilkan oleh tubuh, sedangkan yang lain seperti vitamin C dan E merupakan antioksidan eksogen yang harus didapat dari luar tubuh seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Iorio, 2007).
Apakah suplementasi antioksidan perlu bagi individu yang melakukan pelatihan teratur ? Alasan ini muncul karena terjadi peningkatan radikal bebas selama pelatihan.
Radikal bebas merupakan atom tunggal atau berkelompok yang sedikitnya mempunyai satu orbit terluar yang mempunyai satu elektron tunggal (tidak berpasangan) di mana seharusnya mempunyai elektron berpasangan.
Antioksidan adalah unsur kimia atau biologi yang dapat menetralisasi potensi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas tadi. Beberapa antioksidan endogen (seperti enzim superoxide-dismutase dan katalase) dihasilkan oleh tubuh, sedangkan yang lain seperti vitamin C dan E merupakan antioksidan eksogen yang harus didapat dari luar tubuh seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Iorio, 2007).
Apakah suplementasi antioksidan perlu bagi individu yang melakukan pelatihan teratur ? Alasan ini muncul karena terjadi peningkatan radikal bebas selama pelatihan.
Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu electron tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Selama metabolism oksidatif, banyak oksigen yang dikonsumsi akan terikat pada hydrogen selama fosforilasi oksidatif, kemudian membentuk air. Akan tetapi, diperkirakan bahwa 4-5% oksigen yang dikonsumsi saat bernapas tidak diubah menjadi air, tetapi akan membentuk radikal bebas. Maka, konsumsi oksigen akan meningkat selama pelatihan, juga akan terjadi peningkatan produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid, yang kemudian radikal bebas tadi akan menimbulkan respon inflamasi dan menyebabkan kerusakan otot setelah pelatihan. Tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan yang tergantung dari asupan vitamin, antioksidan dan mineral dan produksi antioksidan endogen seperti glutation. Vitamin C dan E dan beta karoten adalah antioksidan dan vitamin utama. Tidak diketahui pasti apakah sistem pertahanan antioksidan natural tubuh cukup untuk melawan peningkatan radikal bebas saat pelatihan ataukah perlu suplementasi tambahan (Clarkson dan Thompson, 2000).
Polyunsaturated Fatty Acid (PUFAs) banyak terdapat di membrane sel dan pada low-density-lipoprotein (LDL). Radikal bebas lebih sering mengambil elektron dari selaput lemak dari sel, yang disebut dengan lipid peroksidasi. ROS mengarahkan ikatan karbon ganda pada PUFAs. Ikatan ganda karbon tersebut akan melemahkan ikatan carbon – hydrogen sehingga mempermudah pengambilan hydrogen oleh radikal bebas. Radikal bebas akan mengambil elektron tunggal dari hydrogen yang berikatan dengan karbon pada ikatan ganda. Akibatnya, akan ada karbon yang tidak berpasangan dan menjadi radikal bebas. Dalam upaya menstabilkan radikal bebas dengan pusat karbon maka terbentuk molekul pengatur. Molekul pengatur tersebut dikenal dengan conjugated diene (CD). CD ini dengan mudah akan beraksi dengan oksigen untuk membentuk radikal proxy. Radikal proxy ini akan mengambil elektron dari molekul lipid lainnya dalam prosel propagasi sel. Proses ini berkelanjutan dalam suatu rantai reaksi. (Eritsland, 2000).
Ada banyak jenis radikal bebas di dalam tubuh antara lain adalah radikal bebas dengan pusat gugus oksigen atau ROS. ROS yang paling umum adalah : anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH), oksigen tunggal (1O2) dan hydrogen peroksida (H2O2). Anion superoksida terbentuk ketika oksigen membutuhkan tambahan elektron, meninggalkan molekul yang tidak berpasangan. Di dalam mitokondria O2- terus dibentuk. Tingkat pembentukkannya tergantung dari jumlah oksigen yang mengalir melalui mitokondria pada waktu tersebut. Radikal hidroksil mempunyai waktu hidup singkat, tetapi merupakan radikal yang paling merusak dalam tubuh. Jenis radikal ini dibentuk dari O2- dan H2O2 melalui reaksi Harber-Weiss. Interaksi antara tembaga dan besi dan H2O2 juga memproduksi OH. Reaksi ini secara signifikan ditemukan di dalam tubuh dan dapat berinteraksi dengan mudah. Hidrogen peroksida diproduksi secara in vivo oleh banyak reaksi.
Hidrogen peroksida merupakan unsur yang unik karena dapat berubah menjadi radikal hidroksil yang sangat merusak atau dapat juga dikeluarkan sebagai air yang tidak berbahaya. Gluthation peroksidase merupakan faktor penting untung mengubah glutation menjadi glutation oksida, pada saat H2O2 diubah menjadi air. Jika H2O2 tidak diubah menjadi air, 1O2 akan dibentuk. Oksigen tunggal bukanlah radikal bebas, tetapi dapat dibentuk selama reaksi radikal dan juga dapat menyebabkan reaksi orbit kosong yang mempunyai energi sama. Ketika oksigen yang bertenaga menempel pada orbit yang kosong tadi akan menyebabkan elektron yang tidak berpasangan. Kemudian oksigen tunggal dapat mentransfer energi ke molekul yang baru dan berperan sebagai katalis pada pembentukan radikal bebas. Molekul tersebut juga bisa berinteraksi dengan molekul lain dan mengakibatkan pembentukan radikal bebas baru (Kehrer, 2000).
Hidrogen peroksida merupakan unsur yang unik karena dapat berubah menjadi radikal hidroksil yang sangat merusak atau dapat juga dikeluarkan sebagai air yang tidak berbahaya. Gluthation peroksidase merupakan faktor penting untung mengubah glutation menjadi glutation oksida, pada saat H2O2 diubah menjadi air. Jika H2O2 tidak diubah menjadi air, 1O2 akan dibentuk. Oksigen tunggal bukanlah radikal bebas, tetapi dapat dibentuk selama reaksi radikal dan juga dapat menyebabkan reaksi orbit kosong yang mempunyai energi sama. Ketika oksigen yang bertenaga menempel pada orbit yang kosong tadi akan menyebabkan elektron yang tidak berpasangan. Kemudian oksigen tunggal dapat mentransfer energi ke molekul yang baru dan berperan sebagai katalis pada pembentukan radikal bebas. Molekul tersebut juga bisa berinteraksi dengan molekul lain dan mengakibatkan pembentukan radikal bebas baru (Kehrer, 2000).
Radikal bebas mempunya waktu paruh hidup yang singkat, yang membuat mereka sulit untuk diukur di laboratorium. Banyak metode pengukuran yang tersedia sekarang ini, tiap pengukuran mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Radikal bebas dapat diukur dengan menggunakan Electron Paramagnetic (Spin) Resonance Spectroscopy (EPR/ESR) dan Spin Trapping Method. Kedua metode sangat memuaskan dan bahkan dapat menangkap radikal bebas dengan waktu paruh hidup terpendek (Rokyta dkk, 2004).
Pada keadaan normal (saat istirahat) sistem pertahanan antioksidan di dalam tubuh dapat secara mudah mengatasi radikal bebas yang terbentuk. Selama waktu terjadi peningkatan pemakaian oksigen (contohnya saat pelatihan) produksi radikal bebas dapat berlebihan dan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Radikal bebas diyakini berperan menyebabkan penyakit kardiovaskular, kanker, Penyakit Alzheimer dan Parkinson (Capelli dan Cysewski, 2006).
Pemakaian oksigen meningkat banyak selama pelatihan, di mana menyebabkan peningkatan terbentuknya radikal bebas. Tubuh akan melawan peiningkatan radikal bebas tersebut dengan sistem pertahanan antioksidan. Ketika produksi radikal bebas melebihi kemampuan mengatasinya maka kerusakan oksidatif akan terbentuk. Radikal bebas yang terbentuk selama pelatihan kronik dapat melebihi kapasitas proteksi sistem antioksidan, akan membuat imunitas terhadap penyakit menurun dan cidera. Karena itu dibutuhkan suplementasi antioksidan.
Radikal bebas menyerang membran dan merusak sel di mana dibutuhkan sistem kekebalan untuk melawannya. Jika pembentukan radikal bebas dan penyerangannya tidak dikendalikan di dalam otot selama pelatihan, maka otot dalam jumlah besar dapat dengan mudah menjadi rusak. Kerusakan otot dapat mempengaruhi performa dikarenakan terjadinya kelelahan. Salah satu langkah pertama dalam pemulihan kerusakan otot yang disebabkan pelatihan adalah dengan respon anti inflamasi dari daerah otot yang rusak. Radikal bebas sering berhubungan dengan respon inflamasi dan diperkirakan terjadi paling banyak 24 jam setelah selesai melakukan pelatihan berat. Jika teori ini benar maka antioksidan berperanan besar dalam mencegah kerusakan tersebut. Ada penelitian yang mengungkap semakin banyak aktivitas fisik berhubungan dengan menurunnya peningkatan kejadian peradangan pada orang dewasa sehat berumur diatas 40 tahun di Amerika. Hasil menunjukan hubungan antara aktivitas fisik dan menurunnya resiku penyakit jantung coroner yang diakibatkan oleh efek anti peradangan yang terbentuk saat aktivitas fisik (Abramson dan Vaccarino, 2002 ).
Radikal bebas secara alami dibentuk oleh sistem di dalam tubuh dan mempunyai efek yang menguntungkan yang tidak disadari. Sistem kekebalan merupakan sistem utama tubuh yang menggunakan radikal bebas. Serangan benda asing ataupun kerusakan jaringan yang ditandai dengan radikal bebas oleh sistem kekebalan. Hal tersebut menunjukkan jaringan mana yang perlu dikeluarkan dari tubuh. Karena itulah kebutuhan suplementasi antioksidan dipertanyakan, kemungkinan suplementasi akan menurunkan efektivitas dari kekebalan tubuh, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk itu.
Antioksidan bekerja dengan melindungi lipid dari proses peroksidasi oleh radikal bebas. Ketika radikal bebas mendapat elektron dari antioksidan, maka radikal bebas tersebut tidak ladi perlu menyerang sel dan reaksi rantai oksidasi akan terputus. Setelah memberikan elektron, antioksidan menjadi radikal bebas secara definisi. Antioksidan pada keadaan ini tidak berbahaya karena mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan elektron tanpa menjadi reaktif. Tubuh manusia mempunya pertahanan sistem antioksidan. Antioksidan yang dibentuk di dalam tubuh dan juga didapat dari makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, daging dan minyak. Ada dua garis pertahanan antioksidan di dalam sel. Garis pertahanan pertama, terdapat di membrane sel larut lemak yang mengandung vitamin E, beta karoten dan koensim Q (10). (Clarkson dan Thompson, 2000).
Antioksidan bekerja dengan melindungi lipid dari proses peroksidasi oleh radikal bebas. Ketika radikal bebas mendapat elektron dari antioksidan, maka radikal bebas tersebut tidak ladi perlu menyerang sel dan reaksi rantai oksidasi akan terputus. Setelah memberikan elektron, antioksidan menjadi radikal bebas secara definisi. Antioksidan pada keadaan ini tidak berbahaya karena mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan elektron tanpa menjadi reaktif. Tubuh manusia mempunya pertahanan sistem antioksidan. Antioksidan yang dibentuk di dalam tubuh dan juga didapat dari makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, daging dan minyak. Ada dua garis pertahanan antioksidan di dalam sel. Garis pertahanan pertama, terdapat di membrane sel larut lemak yang mengandung vitamin E, beta karoten dan koensim Q (10). (Clarkson dan Thompson, 2000).
Tubuh dalam keadaan normal akan memproduksi radikal bebas yang berhubungan dengan metabolism sel fisiologis. Contohnya, sintesis beberapa hormon akan menghasilkan radikal bebas, juga lekosit polimorfonukleus akan membentuk radikal bebas untuk membunuh bakteri yang membantu tubuh memerangi infeksi. Radikal bebas yang lain, seperti Nitric Oxide (NO) merupakan dasar homeostasis di dalam tubuh, karena NO berperan penting, termasuk menjaga tonus vaskular, agregasi platelet, adhesi sel, dan lain-lain. Adapun hal yang diyakini menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan fisik, kimiawi dan alam. Faktor alam yang menyebabkan peningkatan radikal bebas adalah polusi, radiasi, faktor fisik adalah kehamilan, overtraining, gaya hidup yaitu merokok, minum alkohol, makanan buruk, kurang berolahraga, efek psikologis seperti stres, emosi, berbagai penyakit, faktor lain seperti obat-obatan, terapi radiasi (Iorio, 2007).
Pada keadaan sehat, tubuh dapat mencegah terbentuknya radikal bebas karena system pertahanan natural antioksidan tubuh, yang mempunyai kemampuan melawan aksi oksidan dari radikal bebas. Menurunnya efektivitas system tersebut menyebabkan defisiensi absolut atau relatif kadar antioksidan di dalam tubuh (Iorio, 2007).
Radikal bebas berpotensi bahaya karena cenderung mengisi orbit externa yang tunggal dengan elektron lain. Adanya dua elektron pada orbit yang sama merupakan kondisi energi yang stabil secara maksimal. Karena itu, ketika radikal bebas dekat dengan target molekul, yang mempunyai satu atau lebih elektron, seperti molekul dari asam lemak tidak jenuh (seperti asam arachinoid), radikal bebas tersebut akan segera menarik keluar elektron dari target molekul tadi. Karena efek aksi oksidan ini, radikal bebas tersebut akan kehilangan potensi berbahayanya, sedangkan molekul baru yang terbentuk akan dirusak dan menjadi radikal bebas yang baru, di mana bila tidak tersedia antioksidan, reaksi yang sama akan terjadi pada molekul lain seperti pada karbohidrat, lipid, asam amino, peptide, protein, nukleotid, asam nukleat dan lain-lain (Iorio, 2007).
Mekanisme yang paling umum terjadi di mana radikal bebas dapat melawan pertahanan antioksidan, radikal bebas tersebut akan menyerang komponen biokimia di dalam tubuh dan membentuk hydroperoksida. Dalam bentuk patofisiologi tersebut sel akan mulai memproduksi radikal bebas dalam jumlah banyak, dikarenakan stres eksogen (unsur kimia fisik dan biologi) dan/atau aktivitas metaboliknya (khususnya pada membrane plasma, mitokondria, retikulum endoplasma, dan sitosol), yang diantaranya terdapat radikal hidroksil (HOH) yang berbahaya, merupakan salah satu reactive oxygen species (ROS) yang paling berbahaya. Radikal hidroksil dapat menyerang setiap macam molekul (termasuk karbohidrat, lemak, asam amino, peptide, protein, nukleotid, asam nukleat dan lain-lain). Akibat dari proses ini, setiap molekul akan kehilangan satu elektron dan kemudian menjadi radikal. Setelah itu akan mulai terjadi reaksi rantai radikal, dikarenakan adanya molekul oksigen (melalui pernapasan), dan terbentuknya hidroperoksida (ROOH), sejenis Reactive Oxygen Metabolites (ROMs).
Walaupun Hidroperoksida termasuk jenis kimia yang relatif stabil, mereka juga berpotensi membentuk radikal bebas lagi dan dapat mengoksidasi target molekul yang lain. Setelah itu sel akan menarik keluar hidroperoksida di lingkungan eksternal seperti di matriks ekstraselular dan akhirnya di cairan ekstraselular, termasuk darah, cairan cerebro-spinal, cairan pleura dan lain-lain. Terbukti bahwa hidroperoksida bukan hanya penyebab atau tanda dari stres oksidatif (karena berasal dari sel) tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan awal pada seluruh bagian tubuh (karena kemampuannya bersirkkulasi di cairan extraseluler) (Iorio, 2007).
Walaupun Hidroperoksida termasuk jenis kimia yang relatif stabil, mereka juga berpotensi membentuk radikal bebas lagi dan dapat mengoksidasi target molekul yang lain. Setelah itu sel akan menarik keluar hidroperoksida di lingkungan eksternal seperti di matriks ekstraselular dan akhirnya di cairan ekstraselular, termasuk darah, cairan cerebro-spinal, cairan pleura dan lain-lain. Terbukti bahwa hidroperoksida bukan hanya penyebab atau tanda dari stres oksidatif (karena berasal dari sel) tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan awal pada seluruh bagian tubuh (karena kemampuannya bersirkkulasi di cairan extraseluler) (Iorio, 2007).
Pelatihan fisik yang berat atau pelatihan yang tidak biasa akan menyebabkan cidera pada otot, pelepasan protein otot dan nyeri otot. Mekanisme terjadinya penundaan kerusakan otot setelah pelatihan fisik berat tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi diperkirakan terjadinya cidera yang tertunda karena berhubungan dengan reaksi peradangan yang dipicu oleh infiltrasi fagosit yang disebabkan oleh stres mekanik yang berlebihan, terjadi peningkatan konsentrasi ion calcium intraseluler, dan stres oksidatif. Ada beberapa laporan mengenai apakah antioksidan dapat menurunkan kerusakan otot karena ditemukan peningkatan produk oksidatif secara signifikan pada otot yang mengalami pelatihan dan pada darah setelah pelatihan yang juga sebanding dengan parameter lain dari penundaan kerusakan otot (Wataru dkk, 2006).
Cidera oksidatif setelah pelatihan dapat dicegah dengan asupan antioksidan seperti vitamin C dan E, karotinoid, atau polifenols, tidak hanya selama pelatihan, juga sehari-hari. Sebaliknya, ada beberapa peneliti menunjukan antioksidan tidak mempengaruhi kerusakan otot dan respon peradangan yang disebabkan oleh pelatihan sangat berat. Salah satu kemungkinan penyebab hasil yang berbeda adalah karena efek antioksidan sepertinya berbeda pada kondisi pelatihan seperti intensitas dari stres mekanik dan asupan oksigen.
ROS (Reactive Oxygen Species) mungkin berhubungan dengan pemicu kerusakan otot. ROS terbentuk dari mitokondria dan endothel saat pelatihan melalui peningkatan pemakaian oksigen dari miosit dan proses iskemik reperfusi, yang menyebabkan invasi dari fagosit ke dalam otot setelah pelatihan melalui jalur peradangan redox-sensitif. Karena itu respon peradangan dapat dihambat jika produksi ROS selama pelatihan ditekan karena besarnya peran ROS sebagai pemicu kerusakan otot seperti pada pelatihan endurans yang lama bukan pada pelatihan resistensi. Sebaiknya mengkonsumsi beberapa antioksidan berbeda pada saat yang sama karena perbedaan unsur yang memberikan efek antioksidan,seperti larut air atau larut lemak, dan mereka dapat saling menyediakan elektron untuk mencegah terjadinya keadaan pro oksidan (Wataru dkk, 2006).
ROS berperan penting dalam terjadinya kerusakan otot karena pelatihan dan respon inflamasi otot akut. Radikal oksigen dibentuk melalui peningkatan neutrofil karena pernapasan yang penting dalam membersihkan jaringan otot yang rusak diakibatkan pelatihan dan mungkin juga berperan dalam terjadinya kerusakan lebih lanjut. Banyak olahragawan yang tertarik untuk menkonsumsi antioksidan untuk mengurangi respon peradangan dan penurunan fungsi optimal otot setelah pelatihan. Walaupun antioksidan mempunyai potensi mengurangi stres oksidatif otot selama masa setelah pelatihan, namun bukti-bukti untuk menunjang peran tersebut masih sangat terbatas. Sepertinya pelatihan dalam jangka waktu pendek dapat melindungi otot dari kerusakan akibat pelatihan dan peradangan tanpa perlu meningkatkan status antioksidan. Walaupun status antioksidan otot dapat ditingkatkan dengan pelatihan yang lebih lama, diet, ataupun asupan antioksidan, bukti bahwa antioksidan mengurangi kerusakan otot selama fase peradangan akut perlu diteliti lebih lanjut.
Pelatihan meningkatkan radikal bebas, yang secara alami akan merusak jaringan. Beberapa peneliti mempunyai teori bahwa kerusakan tersebut berperan menyebabkan nyeri otot dan mungkin kerusakan otot, yang terjadi saat pelatihan berat.
Berdasarkan teori ini, tetapi dengan bukti terbatas, beberapa antioksidan digunakan untuk mencegah nyeri dan kerusakan otot pada atlet, antara lain:
- astaxanthin dengan lycopene
- beta-caroten
- jus cheri
- Coenzim Q10
- Oligomeric proanthocyanidins (OPCs)
- Selenium
- Vitamin C
- Vitamin E (Bloomer dkk, 2005).
Untuk menyakini bahwa diet kita mengurangi kelelahan otot, kerusakan otot berbeda dapat dikurangi dengan nutrisi tertentu. Proses penggunaan oksigen untuk menghasilkan energi berpotensi menimbulkan efek samping buruk. Membran sel darah merah dan sel otot sangat rentan terhadap serangan radikal bebas. Sel otot dapat menjadi bocor, atau bahkan robek dan terbuka. Jika ini terjadi, enzim akan keluar dari dalam sel dan akan mempengaruhi kemampuan otot untuk berkontraksi. Selain itu, membran yang rusak tadi akan menarik neutrofil (jenis dari sel darah putih), dan membuat netrofil membentuk proses peradangan local ( Pidcock, 2003).
Beberapa penelitian menunjukkan akut dari pelatihan yaitu menimbulkan perubahan jumlah antioksidan didalam darah dan menunjukkan perubahan indikator dari lipid peroksidasi secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa terjadi stres oksidatif pada pelatihan. Karena pelatihan aerobik meningkatkan konsumsi oksigen, banyak studi menggunkan pelatihan submaksimal yang lama. Pelatihan tersebut akan menyebabkan kontraksi perpanjangan otot yang menyebabkan kerusakan serat otot dan meningkatkan peroksidasi lipid pada membran yang menyebabkan kerusakan angsung ataupun pembentukan radikal bebas yang berhubungan dengan invasi dari makrofag dan neutrofil (Clarkson dan Thompson, 2000).
Pelatihan meningkatkan pembentukan reactive oxygen dan nitrogen species (RONS) dan dengan adaptasi, dapat menurunkan kejadian penyakit yang berhubungan dengan RONS. Pelatihan tunggal, tergantung intensitas dan durasinya, dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, menurunkan angka vitamin antioksidan, yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif sebagai tanda dari adaptasi yang tidak sempurna. Peningkatan RONS dan kerusakan oksidarif merupakan pemicu dari respon adaptasi spesifik, seperti stimulasi dari aktivasi enzim antioksidan, dan meningkatkan perbaikan kerusakan oksidatif. Pelatihan yang teratur meningkatkan kemampuan untuk membentuk kompensasi terhadap stres oksidari, yang menyebabkan kompensasi berlebih melawan peningkatan produksi RONS dan kerusakan oksidatif. Pelatihan teratur menyebabkan adaptasi respon antioksidan dan sistem perbaikan, yang dapat menurunkan kerusakan oksidatif dan meningkatkan pertahanan terhadap stres ( Radak dkk, 2001).
Banyak bukti menunjukan bahwa radikal bebas berperan penting sebagai mediator dalam kerusakan otot dan peradangan setelah pelatihan berat. Telah dirumuskan bahwa pembentukan radikal bebas oksigen meningkat selama pelatihan dan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen mitokondria dan transportasi elektron, memicu terjadinya peroksidasi lipid. Literatur menyatakan bahwa diet antioksidan dapat menetralkan peroksida yang dibentuk selama pelatihan, yang tadinya dapat mengakibatkan peroksidasi lipid, kini mampu medaur ulang radikal peroksil sehingga mencegah kerusakan otot (Clarkson dan Thompson, 2000).
Pelatihan meningkatkan radikal oksigen pada manusia. Pada orang yang tidak terlatih, usia lanjut, dan pada orang yang sistem antioksidannya tidak mencukupi, tingkat peningkatan peroksidasi lipid karena produksi radikal oksigen akan menyebabkan kerusakan otot. Banyak literatur menyatakan suplementasi Vitamin E atau C tidak mempengaruhi performa pelatihan submaksimal, kapasitas aerobik ataupun kekuatan otot. Akan tetapi, ada efek dari vitamin-vitamin antioksidan ini yang belum terungkap, karena penelitian sebelumnya mungkin tidak melakukan pemeriksaan yang memadai. Proteksi terhadap pembentukan radikal oksigen dan peroksidasi lipid dipelajari pada orang yang tidak terlatih yang melakukan pelatihan dan peningkatan respon fase akut terhadap pelatihan eksentrik pada subyek lebih tua yang tidak terlatih menunjukan bahwa vitamin E mungkin menguntungkan terhadap respon adaptasi terhadap pelatihan. Selain itu, keuntungan positif terhadap kesehatan dari pemakaian vitamin E dan C dapat memberi efek sinergis jika dilakukan bersamaan dengan pelatihan teratur (William, 2000).
Enzim antioksidan endogen juga berperan sebagai pelindung pada proses peroksidasi lipid. Penelitian (tikus dan manusia) menunjukkan peningkatan malondialdehye (produk dari peroksidasi lipid) yang berarti setelah pelatihan sampai kelelahan, and juga terjadi perubahan tingkat antioksidan dan aktivitas enzim antioksidan di dalam plasma. Pada manusia dan tikus yang diperlakukan pelatihan, aktivitas enzim antioksidan meningkat secara jelas. Pada kasus ini, peningkatan stres oksidatif dipicu oleh pelatihan akan dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas antioksidan, untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Satu penelitian pada manusia mnunjukkan bahwa diet dengan asupan vitamin antioksidan menunjukkan efek yang bagus terhadap peroksidasi lipid setelah pelatihan. Walaupun beberapa perbincangan mengenai hal tersebut masih terjadi, pertanyaan apakah vitamin antioksidan dan enzim antioksidan berperan sebagai pelindung terhadap kerusakan otot yang disebabkan karena pelatihan dapat dijawab secara jelas.
Penelitian pada manusia menunjukkan asupan vitamin antioksidan dapat direkomendasikan kepada individu yang melakukan pelatihan berat secara regular. Selain itu, orang yang melakukan pelatihan akan mendapat manfaat baik dibanding dengan orang yang tidak berlatih, di mana hasil dari pelatihan akan meningkatkan aktivitas dari sebagian besar enzim antioksidan dan keseluruhan aktivitas antioksidan. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang lebih spesifik untuk hal tersebut (Clarkson dan Thompson,2000).
Penelitian pada manusia menunjukkan asupan vitamin antioksidan dapat direkomendasikan kepada individu yang melakukan pelatihan berat secara regular. Selain itu, orang yang melakukan pelatihan akan mendapat manfaat baik dibanding dengan orang yang tidak berlatih, di mana hasil dari pelatihan akan meningkatkan aktivitas dari sebagian besar enzim antioksidan dan keseluruhan aktivitas antioksidan. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang lebih spesifik untuk hal tersebut (Clarkson dan Thompson,2000).
Sel tubuh terus memproduksi radikal bebas dan reactive oxigen species (ROS) sebagai bagian dari proses metabolik. Radikal bebas ini akan dinetralisir dengan sistema pertahanan atioksidan yang melibatkan enzim seperter katalase, superoksida dismutase, glutatiĆ³n peroksidase, dan sejumlah antioksidan non-ensimatik, termasuk vitamin A, E, dan C, glutatiĆ³n, ubikinon dan flavinoid. Olah raga dapat mengakibatkan ketidak seimbangan antara ROS dan antioksidan, yang disebut dengan stres oksidatif. Banyak diet antioksidan dipasarkan dan digunakan oleh atlet untuk melawan stres oksidatif dari olah raga tersebut. Masih belum jelas apakah pada pelatihan berat, kebutuhan akan tambahan antioksidan dalam diet meningkat (Urso dan Clarkson, 2003).
Topik mengenai kerusakan otot yang disebabkan karena pelatihan banyak menarik perhatian di tahun-tahun terakhir. Banyak dipelajari strategi untuk meminimalisasi cidera akibat pelatihan resistensi berat. Selama 15 tahun terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan yang berpusat pada peranan suplementasi nutrisi untuk menurunkan gejala dan tanda cidera otot. Beberapa, memperlihatkan hasil yang memuaskan, sedang banyak pula beberapa nutrien yang dilaporkan tidak memberikan pengaruhnya. Karena temuan yang beragam ini, maka rekomendasi penggunaan suplemantasi nutrisi yang bertujuan untuk menurunkan cidera otot menjadi popular dikalangan media fitness dan dunia atlet secara besar-besaran tanpa didasari oleh penelitian ilmiah. Nutrien tersebut meliputi antioksidan Vitamin C (Asam askorbat) dan Vitamin E (tocoferol), N-acetyl-cysteine, flavonoids, L-carnitin, astaxanthin, beta-hydroxy-beta-methylbutyrate, creatine monohidrat, asam lemak esencial, asam amino, bromelain, protein dan karbohidrat. Banyak perbincangan tentang artikel-artikel mengenai pengaruh berbagai macam nutrien terhadap kerusakan otot karena pelatihan resistan yang ada.
Berdasarkan ilmu pengetahuan terkini, maka dapat ditarik kesimpulan peranan suplementasi nutrisi dalam menurunkan gejala dan tanda kerusakan otot yang timbul setelah pelatihan beban yang berat yaitu : (i) berperan penting (Vitamin C, Vitamin E, Flavinoids dan L-carnitin); (ii) tidak efektif menurunkan kerusakan otot, hanya menurunkan beberapa gejala dan tanda; (iii) Sampai saat itu masih tidak jelas dosis optimal nutrisi tersebut (apakah dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi); (iv) Masih tidak jelas masa prapenanganan optimal ; (v) efektifitasnya sangat spesifik pada individu yang melakukan pelatihan non beban. Karena penelitian yang masih sedikit, sulit untuk merekomendasikan dengan yakin terhadap penggunaan nutrisi tertentu yang hanya bertujuan untuk meminimalisasi gejala dan tanda dari kerusakan otot yang disebabkan oleh pelatihan beban (Bloomer, 2007).
Astaxanthin adalah Antioksidan yang sangat kuat didalam melawan radikal bebas dan sangat bermanfaat bagi peningkatan daya tahan pada latihan fisik
Astaxanthin adalah Antioksidan yang sangat kuat didalam melawan radikal bebas dan sangat bermanfaat bagi peningkatan daya tahan pada latihan fisik
(dikutip dari RISTIE DARMAWAN dalam ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG MENGALAMI OVERTRAINING, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar